Sabtu, 21 Februari 2015

terima kasih manusia unik



                                                         TERIMA KASIH MANUSIA UNIK

       “Hei ayo belajar. Kau ini malas sekali. Sebentar lagi kita akan UN.” Suara gadis membuat bibirku melengkung ke bawah. Kata-kata itulah yang sering aku dengar jika aku bersama 2 orang kaya yang tidak jelas keberadaannya di bumi ini.
       “ Suna benar, kita harus focus untuk ujian nanti. Bisakah kau membaca bukumu itu?” pertanyaan Panji membuat bibirku semakin melengkung.
      “ Iya. Nanti juga kau baca. Aku lagi asyik main handphone nih” jawabku
      “ Coba sebutkan buku apa yang paling penting untukmu, Ema!” Tanya Panji
      “ Buku yang paling penting dalam hidupku adalah buku hutang teman-temanku. Jika buku itu hilang, maka maka aku tidak bisa meminta uang  yang aku pinjami.” Jawabku enteng
      “ Serius dong. Lihat tuh si Mia. Dia pintar dan selalu mendapat juara.” Kata-kata Suna menyakitkan hati.
       Memang aku cemburu terhadap Mia. Dia gadis yang sangat pintar. Sebenarnya aku sudah menyaingi dia dari dulu. Tapi aku selalu kalah. Jujur, aku murid yang tak pintar. Bagaimana gadis bodoh bisa menyaingi gadis jenius? Tapi, aku tak akan menyerah. Karena persaingan tertutup inilah yang akan membuatku menang.
        “ Hai Mia? Rajin sekali baca buku” aku menghampiri Mia
        “ Hanya orang yang malas yang tak suka membaca. Hanya orang bodoh yang sengsara di kemudian hari.” Kata – kata Mia membuatku marah. Tapi aku bisa sembunyikan amarahku.
        “ Aku ikut baca ya?” tanyaku
        “ Tentu. Tapi jangan rebut.”
         “Sombong sekali. Lihat saja nanti. Nilai Ujianku pasti lebih tinggi.” Aku berkata dalam hati. Pulang sekolah aku mampir ke pedagang semangka dekat sekolah. Saat memilih semangka, aku melihat seorang bapak mengeluarkan gulungan duit merah yang tebal. “Bapak ini orang kaya.” Itulah pikiranku.
         “Maaf pak, kenapa bapak tidak memakai dompet. Apa bapak tidak takut uangnya hilang?” tanyaku
         “Apa yang kamu pikirkan pertama kali  melihat bapak?” bapak tersebut malah balik bertanya
         “Bapak orang kaya.” Jawabku dengan sangat jujur.
         “Terimakasih. Kata-katamu itu adalah doa. Setiap kata itu doa. Jadi bapak melakukan ini untuk meminta doa.” Jawaban bapak itu membuat aku bengong.
         “Kalau begitu bapak pulang dulu.”
          Menakjubkan. Di jaman globalisasi sekarang masih ada orang seperti bapak itu. Sugestinya benar-benr TOP. Akan aku panggil bapak itu dengan nama Bapak Sugesti. Mungkin penjual semangka tadi berfikir seperti aku. Wah, berapa banyak doa yang telah bapak itu dapatkan ya?
          Esoknya, aku berjanji pulang sekolah akan mengadakan kerja kelompok di rumah Suna dan Panji. Perlu kalian ketahui, Suna dan Panji adalah saudara kembar. Mereka mempunyai adik laki-laki yang hanya beda 1 tahun dari mereka dan memiliki sikap yang suka mengatur seperti kedua kakaknya.
          “ Bunga tulip berasal dari Turki. Namun penyebarannya lebih banyak di Belanda. Jadi banyak orang mengira bunga tulip bunga asli Belanda.” Penjelasan Mia di depan kelas membuat aku dan seisi kelas bengong. Ternyata aku salah. Kukira bunga tulip bunga asli belanda. Aku benar-benar harus banyak belajar. Bel  pulang sekolah pun berbunyi. Ini saatnya aku belajar di rumah Suna.
           Sampainya di sana, aku dibuat terkejut. Ini rumah. Benar, ini rumah. Gede sekali. Tapi kenapa dibelakang rumah ada hutan kecil? Saat aku masuk, aku dibuat terkejut lagi. Bapak Sugesti  yang kemarin ada di sini.Bapak itu duduk santai membaca buku.
          “Ayah, berhenti membaca. Ini saatnya ayah tidur.” Suna menasehati bapak itu. Sebentar, AYAH?
Astaga. Itu ayahnya.
          “Nanti aja ayah tidur. Ayah belum selesai membaca.”
          “Nanti sakit ayah kambuh lagi”
          “Tidak apa-apa. Ayah kan sudah jadi kera.” Jawaban ayah Suna membuatku bingung.
          “Maaf Om, kenapa Om bisa jadi kera?” aku menyela percakan mereka
          “Oh… kamu yang kemarin. Begini, saat orang berumur  1-24 tahun, mereka menjadi manusia. Pada saat manusia berumur 25-40 tahun, mereka menjadi kuda. Mereka bekerja tanpa lelah. Sama seperti kuda yang selalu mempunyai beban. Saat manusia berumur 41- 55 tahun, mereka menjadi anjing. Anjing  hanya bisa menggonggong. Sama seperti manusia, mereka hanya bisa mengeluh pada saat umur segitu. Dan terakhir, saat manusia berumur 56-80 tahun, mereka menjadi kera. Kera tua hanya bisa senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Sama seperti manusia, saat mereka berumur segitu, mereka hanya bisa senyum sendiri dan tak bisa melakukan apa-apa.”
          “Darimana Om tahu cerita seperti itu?”
          “Om membaca buku. Tapi itu hanya cerita bohongan. Jadi jangan terlalu percaya.” Jawab bapak Sugesti yang membuatku ternganga.
          “Sudahlah kak. Ayahku memang begitu. Buku apapun pasti ia baca. Sampai ilmu anehnya ia sebarin ke orang lain” suara Damar
          Sulit dipercaya, Bapak Sugesti yang begitu cerdas, memiliki tiga anak yang seperti ini. Sungguh keturunan yang beda jauh. Tapi walaupun mereka bertiga suka mengatur, mereka adalah teman yang bisa menerima aku apa adanya. Mereka tak membedakan orang dari golongan atas atau bawah. Ayah mereka menuju kamar untuk tidur karena dipaksa oleh Panji.
          “Pan, ayahmu sakit apa sih? dia terlihat lesu.” Tanyaku pada Panji
          “Ayah terkena penyakit jantung kroner. Ibu sudah menyuruh ayah operasi, tapi ayah selalu menolak.” Jawab Panji yang membuatku ikut sedih.
          “Ayah kami adalah seorang pengarang buku. Dia suka sekali buku. Ayah selalu membuat kisah pengalaman berharganya . Ayah ingin meningkatkan minat belajar generasi muda Indonesia lewat buku dan pengalamannya. kata ayah, pengalaman adalah pelajaran. Percuma membaca buku kalau kita tak punya pengalaman. Ayah selalu meyuruh kami belajar. Mencari banyak pengalaman.” Suna ikut menjawab.
            Baiklah aku mulai sekarang harus benar-benar rajin belajar. Aku harus bisa mengalahkan Mia. Tekadku bulat. Bapak Sugesti telah memberiku dorongan. Hari demi hari aku jalani. Aku semakin giat belajar. Namun aku merasa belum bisa mengalahkan Mia.
           “Hai Mia, aku mau nanya nih.  Apa yang membuatmu sepintar ini? Tanyaku yang sebenarnya ingin mencari informasi.
          “Ini karena aku mendengar dan merasakan apa yang dijelaskan guru.”jawab Mia singkat
          “Kenapa kamu tidak bosan belajar?” tanyaku lagi
          “Karena buku yang kubaca sangat menyenangkan. Sebetulnya aku jarang membaca buku yang diberikan oleh sekolah. Aku lebih memilih membaca buku pelajaran yang kubeli diluar. Itu karena buku pelajaran yang kubeli dikemas dalam bentuk ensiklopedia. Bukannya hanya membaca buku, aku juga selalu belajar dari pengalaman. Carilah pengalaman lebih banyak” jawab Mia panjang lebar.
         “oh… hanya itu saja.”
         “Tidak. Kita juga harus berusaha. Mempunyai inspirasi tapi tidak mau berusaha maka kita akan gagal. Ema, apa kau pernah menjadikan seseorang sebagai inspirasimu?” Tanya Mia
         “eh… punya sih. Tapi tak akan kuberitahu.” Jawabku. Aku tak ingin Mia tahu bahwa dia adalah inspirasi ku. Kalau sampai ia tahu, aku bisa malu.
         “Aku tidak ingin tahu siapa inspirasimu. Itu tidak penting. Yang pasti orang yang menjadi inspirasimu telah berhasil mengubahmu. Sekarang kau sudah lebih pintar. Inspirasimu telah membangkitkan minat belajarmu.”
         “Enak aja. Aku memang pintar kok. Tapi baru sekarang aja aku perlihatkan kepintaran.” Jawabanku menyombongkan diri padahal aku berbohong. Ok, informasi dari Mia akan aku lakukan.

          Baiklah, ini adalah hari dimana hidupku dipertaruhkan. Ini  adalah Ujian Nasional. Aku sudah mempersiapkan diriku sebaik mungkin.
         “Berdebar-debar ya rasanya?” Tanya Suna
         “Aku yakin kita pasti lulus.” Jawab Panji
         “iya. Kita pasti lulus dan mendapatkan SMA favorit.” Sambungku
         Hari pertama ujian aku merasa agak gugup. Namun hari-hari berikutnya aku terbiasa. Ujian Nasional pun telah usai. Sekarang aku hanya tinggal menantikan hasilnya. Aku tidak yakin kalau aku bisa mengalahkan Mia. Tapi kalau nanti hasil ujianku lebih kecil darinya, itu tidak lagi menjadi masalah. Aku harus berterimakasih kepadanya. Mia adalah inspirasiku.
         “Horee… kita bertiga lulus. Hasil ujiannya juga memuaskan.”
         “iya, nilai UN kita pasti diterima di SMA favorit.” Suna berbicara dengan sangat bangga. Seluruh siswa di sekolahku lulus. Tentu mereka sangat senang dan pulang sekolah nanti mereka akan mencorat-coret seragam mereka atau mengendarai motor sambil membawa bendera yang tak jelas. Tapi dua hal itu wajar. Itu sudah menjadi tradisi anak Indonesia.
        Nilai ujianku masih lebih kecil dari nilai milik Mia. Tapi itu bukan masalah lagi. Berkat persaingan yang aku buat tanpa sepengetahuannya, aku bisa sukses dalam belajar.
        “ Mia, maaf sekaligus terimakasih”  aku berbicara pada Mia
       “ Untuk apa?” Tanyanya
       “Entahlah, tapi terima kasih” aku sengaja tidak memberitahu alasannya.
       “Kau anak yang aneh” Mia bingung
        Hari – haripun berlalu. Aku berhasil sekolah di sekolah favorit yang tak perlu kuberitahu namanya.
Dan yang paling mengejutkan, aku sekelas lagi dengan Suna dan Panji. Kita bertiga bagaikan rantai karatan yang entah kapan akan putus.
        BRUK!
        “Maaf. Kamu ngga apa-apa?” tanyaku pada seorang anak kecil yang tak sengaja aku tabrak di jalan
        “Lunas.”
        “Dek, kenapa bilang lunas? Kaki kamu berdarah tuh?”
        “Aku ngga apa-apa kok kak. Mungkin ini karmaphala karena aku pernah berbuat jahat dulu.” Jawab anak itu
        “heh… siapa namamu?” tanyaku
        “Namaku Yoga. Baiklah kak, aku pergi dulu.” Yoga pergi
         Tahun demi tahun telah aku lewati. Aku telah lulus SMA. Dan sekarang  aku sudah mendapatkan pekerjaan sebagai pengarang buku yang tak terlalu terkenal. Aku juga kuliah di sebuah Universitas yang tak terkenal juga.Suna bekerja sebagai pegawai Bank dan Panji memiliki perusahaan mebel. Sedangkan adik mereka Damar masih mencari pekerjaan. Minggu ini, aku mampir ke rumah mereka. Tapi rumah mereka kosong. Aku menelpon Panji, dan Panji mengatakan ia ada di rumah sakit yang tak perlu kuberitahu nama rumah sakit tersebut. Aku langsung ke rumah sakit dan menuju ruangan Bapak Sugesti. Sampainya di sana aku melihat Bapak Sugesti terbaring sangat lemas.
        “Suna, jika ayah meninggal, tolong kuburkan jasad ayah di sebuah hutan kecil.”pesan beliau ke Suna
         “Panji, jika ayah meninggal, kuburkan ayah di sebuah kebun.”pesan beliau kepada Panji
         “Damar, jika ayah meninggal, kuburkan ayah di dekat tempat suci.” Pesan beliau ke Damar
Ibu mereka hanya bisa menangis dan pasrah akan perkataan Bapak Sugesti tersebut. Ketiga anaknya pun terlihat bingung atas perkataan ayah mereka. Aku pun ikut kebingungan. Bagaimana bisa 1 jasad dikubur di tiga tempat?
          “AYAH!!!” teriakan ketiga saudara ini membuatku terkejut. Bapak sugesti telah tiada. Beliau telah pergi. Air mataku jatuh begitu saja. Bahkan angin pun menangis dengan lembutnya. Terlintas dipikiranku bagaimana cara mengubur jasad ayah mereka. Ah… aku tau maksudnya
          “Aku bingung atas apa yang ayah inginkan. Bagaimana bisa kita mengubur ayah.” Damar berbicara
         “Lebih baik kita kubur di pemakaman umum saja”Panji menjawab dengan enteng
         “Tidak.” Aku menyela begitu saja.”ayo kita kuburkan beliau di hutan belakang rumah kalian”
         “Tapi ayah juga ingin dikuburkan disebuah kebun dan tempat suci. Bagaimana caranya”Tanya Damar
         “Tentu saja setelah kita kuburkan di hutan belakang rumah kalian, hutan kecil itu kita tebang dan jadikan kebun. Setelah menjadi kebun, kebun itu kita jadikan pura. Hanya itu caranya.”
         “ baiklah, ayo kita lakukan.” Suna menyetujui usulku.
           Pendapatku pun dilakukan. sudah 30 hari Bapak Sugesti dikuburkan di hutan belakang rumahnya. Sekarang Panji sedang membangun kebun di sana. Sedangkan Damar masih mencari kerja untuk membangun pura kecil.
           Ternyata benar kata pak Sugesti dan Mia sang Jenius. Kita pintar karena kita memiliki inspirasi dan pengalaman. Kita bisa memiliki minat karena mendapatkan dorongan dari orang-orang. Aku salah telah menganggap Mia sebagai saingan.
         “ kenapa melamun kak Ema?” Tanya Damar
         “ Tidak. Aku hanya merasa banyak orang unik di kota ini atau mungkin di dunia ini.”
         “ Membingungkan” Damar merasa heran
         “ Benar, aku juga bingung. Tapi itu tak penting. Sekarang kamu harus mencari pekerjaan untuk pemakaman  pak Sugesti”



                                                              0000000000000000000
                

cerpen pengalaman



                                                         TERIMA KASIH MANUSIA UNIK



       Hei ayo belajar. Kau ini malas sekali. Sebentar lagi kita akan UN.” Suara gadis membuat bibirku melengkung ke bawah. Kata-kata itulah yang sering aku dengar jika aku bersama 2 orang kaya yang tidak jelas keberadaannya di bumi ini.

       “ Suna benar, kita harus focus untuk ujian nanti. Bisakah kau membaca bukumu itu?” pertanyaan Panji membuat bibirku semakin melengkung.

      “ Iya. Nanti juga kau baca. Aku lagi asyik main handphone nih” jawabku

      “ Coba sebutkan buku apa yang paling penting untukmu, Ema!” Tanya Panji

      “ Buku yang paling penting dalam hidupku adalah buku hutang teman-temanku. Jika buku itu hilang, maka maka aku tidak bisa meminta uang  yang aku pinjami.” Jawabku enteng

      “ Serius dong. Lihat tuh si Mia. Dia pintar dan selalu mendapat juara.” Kata-kata Suna menyakitkan hati.

       Memang aku cemburu terhadap Mia. Dia gadis yang sangat pintar. Sebenarnya aku sudah menyaingi dia dari dulu. Tapi aku selalu kalah. Jujur, aku murid yang tak pintar. Bagaimana gadis bodoh bisa menyaingi gadis jenius? Tapi, aku tak akan menyerah. Karena persaingan tertutup inilah yang akan membuatku menang.

        “ Hai Mia? Rajin sekali baca buku” aku menghampiri Mia

        “ Hanya orang yang malas yang tak suka membaca. Hanya orang bodoh yang sengsara di kemudian hari.” Kata – kata Mia membuatku marah. Tapi aku bisa sembunyikan amarahku.

        “ Aku ikut baca ya?” tanyaku

        “ Tentu. Tapi jangan rebut.”

         “Sombong sekali. Lihat saja nanti. Nilai Ujianku pasti lebih tinggi.” Aku berkata dalam hati. Pulang sekolah aku mampir ke pedagang semangka dekat sekolah. Saat memilih semangka, aku melihat seorang bapak mengeluarkan gulungan duit merah yang tebal. “Bapak ini orang kaya.” Itulah pikiranku.

         “Maaf pak, kenapa bapak tidak memakai dompet. Apa bapak tidak takut uangnya hilang?” tanyaku

         “Apa yang kamu pikirkan pertama kali  melihat bapak?” bapak tersebut malah balik bertanya

         “Bapak orang kaya.” Jawabku dengan sangat jujur.

         “Terimakasih. Kata-katamu itu adalah doa. Setiap kata itu doa. Jadi bapak melakukan ini untuk meminta doa.” Jawaban bapak itu membuat aku bengong.

         “Kalau begitu bapak pulang dulu.”

          Menakjubkan. Di jaman globalisasi sekarang masih ada orang seperti bapak itu. Sugestinya benar-benr TOP. Akan aku panggil bapak itu dengan nama Bapak Sugesti. Mungkin penjual semangka tadi berfikir seperti aku. Wah, berapa banyak doa yang telah bapak itu dapatkan ya?

          Esoknya, aku berjanji pulang sekolah akan mengadakan kerja kelompok di rumah Suna dan Panji. Perlu kalian ketahui, Suna dan Panji adalah saudara kembar. Mereka mempunyai adik laki-laki yang hanya beda 1 tahun dari mereka dan memiliki sikap yang suka mengatur seperti kedua kakaknya.

          “ Bunga tulip berasal dari Turki. Namun penyebarannya lebih banyak di Belanda. Jadi banyak orang mengira bunga tulip bunga asli Belanda.” Penjelasan Mia di depan kelas membuat aku dan seisi kelas bengong. Ternyata aku salah. Kukira bunga tulip bunga asli belanda. Aku benar-benar harus banyak belajar. Bel  pulang sekolah pun berbunyi. Ini saatnya aku belajar di rumah Suna.

           Sampainya di sana, aku dibuat terkejut. Ini rumah. Benar, ini rumah. Gede sekali. Tapi kenapa dibelakang rumah ada hutan kecil? Saat aku masuk, aku dibuat terkejut lagi. Bapak Sugesti  yang kemarin ada di sini.Bapak itu duduk santai membaca buku.

          “Ayah, berhenti membaca. Ini saatnya ayah tidur.” Suna menasehati bapak itu. Sebentar, AYAH?

Astaga. Itu ayahnya.

          “Nanti aja ayah tidur. Ayah belum selesai membaca.”

          “Nanti sakit ayah kambuh lagi”

          “Tidak apa-apa. Ayah kan sudah jadi kera.” Jawaban ayah Suna membuatku bingung.

          “Maaf Om, kenapa Om bisa jadi kera?” aku menyela percakan mereka

          “Oh… kamu yang kemarin. Begini, saat orang berumur  1-24 tahun, mereka menjadi manusia. Pada saat manusia berumur 25-40 tahun, mereka menjadi kuda. Mereka bekerja tanpa lelah. Sama seperti kuda yang selalu mempunyai beban. Saat manusia berumur 41- 55 tahun, mereka menjadi anjing. Anjing  hanya bisa menggonggong. Sama seperti manusia, mereka hanya bisa mengeluh pada saat umur segitu. Dan terakhir, saat manusia berumur 56-80 tahun, mereka menjadi kera. Kera tua hanya bisa senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Sama seperti manusia, saat mereka berumur segitu, mereka hanya bisa senyum sendiri dan tak bisa melakukan apa-apa.”

          “Darimana Om tahu cerita seperti itu?”

          “Om membaca buku. Tapi itu hanya cerita bohongan. Jadi jangan terlalu percaya.” Jawab bapak Sugesti yang membuatku ternganga.

          “Sudahlah kak. Ayahku memang begitu. Buku apapun pasti ia baca. Sampai ilmu anehnya ia sebarin ke orang lain” suara Damar

          Sulit dipercaya, Bapak Sugesti yang begitu cerdas, memiliki tiga anak yang seperti ini. Sungguh keturunan yang beda jauh. Tapi walaupun mereka bertiga suka mengatur, mereka adalah teman yang bisa menerima aku apa adanya. Mereka tak membedakan orang dari golongan atas atau bawah. Ayah mereka menuju kamar untuk tidur karena dipaksa oleh Panji.

          “Pan, ayahmu sakit apa sih? dia terlihat lesu.” Tanyaku pada Panji

          “Ayah terkena penyakit jantung kroner. Ibu sudah menyuruh ayah operasi, tapi ayah selalu menolak.” Jawab Panji yang membuatku ikut sedih.

          “Ayah kami adalah seorang pengarang buku. Dia suka sekali buku. Ayah selalu membuat kisah pengalaman berharganya . Ayah ingin meningkatkan minat belajar generasi muda Indonesia lewat buku dan pengalamannya. kata ayah, pengalaman adalah pelajaran. Percuma membaca buku kalau kita tak punya pengalaman. Ayah selalu meyuruh kami belajar. Mencari banyak pengalaman.” Suna ikut menjawab.

            Baiklah aku mulai sekarang harus benar-benar rajin belajar. Aku harus bisa mengalahkan Mia. Tekadku bulat. Bapak Sugesti telah memberiku dorongan. Hari demi hari aku jalani. Aku semakin giat belajar. Namun aku merasa belum bisa mengalahkan Mia.

           “Hai Mia, aku mau nanya nih.  Apa yang membuatmu sepintar ini? Tanyaku yang sebenarnya ingin mencari informasi.

          “Ini karena aku mendengar dan merasakan apa yang dijelaskan guru.”jawab Mia singkat

          “Kenapa kamu tidak bosan belajar?” tanyaku lagi

          “Karena buku yang kubaca sangat menyenangkan. Sebetulnya aku jarang membaca buku yang diberikan oleh sekolah. Aku lebih memilih membaca buku pelajaran yang kubeli diluar. Itu karena buku pelajaran yang kubeli dikemas dalam bentuk ensiklopedia. Bukannya hanya membaca buku, aku juga selalu belajar dari pengalaman. Carilah pengalaman lebih banyak” jawab Mia panjang lebar.

         “oh… hanya itu saja.”

         “Tidak. Kita juga harus berusaha. Mempunyai inspirasi tapi tidak mau berusaha maka kita akan gagal. Ema, apa kau pernah menjadikan seseorang sebagai inspirasimu?” Tanya Mia

         “eh… punya sih. Tapi tak akan kuberitahu.” Jawabku. Aku tak ingin Mia tahu bahwa dia adalah inspirasi ku. Kalau sampai ia tahu, aku bisa malu.

         “Aku tidak ingin tahu siapa inspirasimu. Itu tidak penting. Yang pasti orang yang menjadi inspirasimu telah berhasil mengubahmu. Sekarang kau sudah lebih pintar. Inspirasimu telah membangkitkan minat belajarmu.”

         “Enak aja. Aku memang pintar kok. Tapi baru sekarang aja aku perlihatkan kepintaran.” Jawabanku menyombongkan diri padahal aku berbohong. Ok, informasi dari Mia akan aku lakukan.



          Baiklah, ini adalah hari dimana hidupku dipertaruhkan. Ini  adalah Ujian Nasional. Aku sudah mempersiapkan diriku sebaik mungkin.

         “Berdebar-debar ya rasanya?” Tanya Suna

         “Aku yakin kita pasti lulus.” Jawab Panji

         “iya. Kita pasti lulus dan mendapatkan SMA favorit.” Sambungku

         Hari pertama ujian aku merasa agak gugup. Namun hari-hari berikutnya aku terbiasa. Ujian Nasional pun telah usai. Sekarang aku hanya tinggal menantikan hasilnya. Aku tidak yakin kalau aku bisa mengalahkan Mia. Tapi kalau nanti hasil ujianku lebih kecil darinya, itu tidak lagi menjadi masalah. Aku harus berterimakasih kepadanya. Mia adalah inspirasiku.

         “Horee… kita bertiga lulus. Hasil ujiannya juga memuaskan.”

         “iya, nilai UN kita pasti diterima di SMA favorit.” Suna berbicara dengan sangat bangga. Seluruh siswa di sekolahku lulus. Tentu mereka sangat senang dan pulang sekolah nanti mereka akan mencorat-coret seragam mereka atau mengendarai motor sambil membawa bendera yang tak jelas. Tapi dua hal itu wajar. Itu sudah menjadi tradisi anak Indonesia.

        Nilai ujianku masih lebih kecil dari nilai milik Mia. Tapi itu bukan masalah lagi. Berkat persaingan yang aku buat tanpa sepengetahuannya, aku bisa sukses dalam belajar.

        “ Mia, maaf sekaligus terimakasih”  aku berbicara pada Mia

       “ Untuk apa?” Tanyanya

       “Entahlah, tapi terima kasih” aku sengaja tidak memberitahu alasannya.

       “Kau anak yang aneh” Mia bingung

        Hari – haripun berlalu. Aku berhasil sekolah di sekolah favorit yang tak perlu kuberitahu namanya.

Dan yang paling mengejutkan, aku sekelas lagi dengan Suna dan Panji. Kita bertiga bagaikan rantai karatan yang entah kapan akan putus.

        BRUK!

        “Maaf. Kamu ngga apa-apa?” tanyaku pada seorang anak kecil yang tak sengaja aku tabrak di jalan

        “Lunas.”

        “Dek, kenapa bilang lunas? Kaki kamu berdarah tuh?”

        “Aku ngga apa-apa kok kak. Mungkin ini karmaphala karena aku pernah berbuat jahat dulu.” Jawab anak itu

        “heh… siapa namamu?” tanyaku

        “Namaku Yoga. Baiklah kak, aku pergi dulu.” Yoga pergi

         Tahun demi tahun telah aku lewati. Aku telah lulus SMA. Dan sekarang  aku sudah mendapatkan pekerjaan sebagai pengarang buku yang tak terlalu terkenal. Aku juga kuliah di sebuah Universitas yang tak terkenal juga.Suna bekerja sebagai pegawai Bank dan Panji memiliki perusahaan mebel. Sedangkan adik mereka Damar masih mencari pekerjaan. Minggu ini, aku mampir ke rumah mereka. Tapi rumah mereka kosong. Aku menelpon Panji, dan Panji mengatakan ia ada di rumah sakit yang tak perlu kuberitahu nama rumah sakit tersebut. Aku langsung ke rumah sakit dan menuju ruangan Bapak Sugesti. Sampainya di sana aku melihat Bapak Sugesti terbaring sangat lemas.

        “Suna, jika ayah meninggal, tolong kuburkan jasad ayah di sebuah hutan kecil.”pesan beliau ke Suna

         “Panji, jika ayah meninggal, kuburkan ayah di sebuah kebun.”pesan beliau kepada Panji

         “Damar, jika ayah meninggal, kuburkan ayah di dekat tempat suci.” Pesan beliau ke Damar

Ibu mereka hanya bisa menangis dan pasrah akan perkataan Bapak Sugesti tersebut. Ketiga anaknya pun terlihat bingung atas perkataan ayah mereka. Aku pun ikut kebingungan. Bagaimana bisa 1 jasad dikubur di tiga tempat?

          “AYAH!!!” teriakan ketiga saudara ini membuatku terkejut. Bapak sugesti telah tiada. Beliau telah pergi. Air mataku jatuh begitu saja. Bahkan angin pun menangis dengan lembutnya. Terlintas dipikiranku bagaimana cara mengubur jasad ayah mereka. Ah… aku tau maksudnya

          “Aku bingung atas apa yang ayah inginkan. Bagaimana bisa kita mengubur ayah.” Damar berbicara

         “Lebih baik kita kubur di pemakaman umum saja”Panji menjawab dengan enteng

         “Tidak.” Aku menyela begitu saja.”ayo kita kuburkan beliau di hutan belakang rumah kalian”

         “Tapi ayah juga ingin dikuburkan disebuah kebun dan tempat suci. Bagaimana caranya”Tanya Damar

         “Tentu saja setelah kita kuburkan di hutan belakang rumah kalian, hutan kecil itu kita tebang dan jadikan kebun. Setelah menjadi kebun, kebun itu kita jadikan pura. Hanya itu caranya.”

         “ baiklah, ayo kita lakukan.” Suna menyetujui usulku.

           Pendapatku pun dilakukan. sudah 30 hari Bapak Sugesti dikuburkan di hutan belakang rumahnya. Sekarang Panji sedang membangun kebun di sana. Sedangkan Damar masih mencari kerja untuk membangun pura kecil.

           Ternyata benar kata pak Sugesti dan Mia sang Jenius. Kita pintar karena kita memiliki inspirasi dan pengalaman. Kita bisa memiliki minat karena mendapatkan dorongan dari orang-orang. Aku salah telah menganggap Mia sebagai saingan.

         “ kenapa melamun kak Ema?” Tanya Damar

         “ Tidak. Aku hanya merasa banyak orang unik di kota ini atau mungkin di dunia ini.”

         “ Membingungkan” Damar merasa heran

         “ Benar, aku juga bingung. Tapi itu tak penting. Sekarang kamu harus mencari pekerjaan untuk pemakaman  pak Sugesti”







                                                              0000000000000000000